Hati-hati, Hati!

Dulu ada Hati yang begitu sederhana, menjalani hidup tanpa pernah meminta atau terluka. Hingga tiba suatu masa di saat Hati merasa menginginkan hati lain yang bisa melengkapinya sehingga ia pun berusaha sekian lama mencarinya.

Beberapa kali memang Hati merasa telah menemukannya, tapi ternyata pada akhirnya Hati selalu menuai kecewa.

Suatu hari Hati mendapat sebuah penghiburan, perasaan yang membuatnya sesak oleh euphoria. Setiap saat ia seolah berada di atas angin. 

Hati mulai bergantung dengan Penghibur.

Hati menjadi lemah.

Tiap hari, rasa tersebut bagaikan candu yang membuat Hati ketagihan dan oksigen yang membuatnya bertahan hidup. Hati tidak lagi sadar akan kekecewaan masa lalu yang pernah dialaminya dan mungkin bisa saja kembali terjadi.

Kebahagiaan Hati yang terlalu besar ternyata tidak sebanding dengan sakit yang Hati rasakan saat Penghibur tiba-tiba menghilang begitu saja. Semua luka masa lalunya yang sudah jauh terkubur kembali muncul bersamaan seolah saling bersahutan menertawakannya.

Hati merasa bingung, takut, dan sendiri.

Hati berniat kembali mencari tapi ia mulai lelah. Hari-harinya pun dijalani dengan rasa hambar.

Sampai suatu ketika, tak sengaja Hati bertemu dengan Penyembuh. Akan tetapi, Hati sekali pun tidak pernah memintanya untuk mengobati luka yang selama ini memang Hati biarkan terbuka lebar. Ternyata tanpa Hati sadari, luka itu perlahan tertutup begitu saja dengan kehadiran Penyembuh. Kebahagiaan karena penghiburan di masa lalu tidak lagi menjadi hal yang penting apabila dibandingkan dengan apa yang Hati rasakan bersama Penyembuh.

Tawa dan tangis sudah Hati bagi bersamanya tanpa ada ragu sedikit pun. Satu tetes air mata yang Hati keluarkan telah berganti dengan seribu tawa sukaria saat bersamanya. Hari-hari yang dilalui Hati menjadi sangat berbeda sejak kehadiran Penyembuh. Hati mulai merasa inilah saat mengakhiri pencariannya sehingga ia terus mendekatkan dirinya dengan Penyembuh.

Sungguh tragis, entah apa yang terjadi dan dari mana asalnya, muncul sebuah jurang di antara Hati dan Penyembuh. Mereka dekat tapi terasa jauh. Mereka terpisah begitu saja, tanpa kata dan pelukan selamat tinggal.

Hati mendadak tidak punya keberanian untuk mendekati Penyembuh.

Hati takut meski tahu bahwa sesungguhnya ia butuh. 

Hati malu meski tahu bahwa sesungguhnya ia mau.

Hati memendam semua rasa yang timbul di kepalanya dalam hitungan detik, hari, bulan, bahkan tahun.

Kondisi Hati menjadi sangat menyedihkan, luka yang sempat pulih kini terbuka lagi, bahkan bertambah parah dan membuatnya kian hancur berantakan. 

Hati sadar bahwa ia harus bangun.


Meski Penyembuh masih berada di sekitarnya, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapannya. Hati harus kuat, paling tidak untuk beberapa detik saat mereka secara kebetulan bertemu dan beradu tatap.

Saat ini, Hati terlalu lelah dan rapuh. Ia meyakinkan dirinya untuk mampu hidup tanpa belahan hati yang lain.

Saat sendiri, terkadang Hati kerap bertanya-tanya jika dulu ia pernah merasa sakit dan terluka begitu dalam lalu apalagi nama perasaan yang ada padanya saat ini?

Saat berada di keramaian, seringkali sebuah tanya muncul di pikiran Hati: adakah dari sekian banyak hati di jalan ini yang merupakan belahan hatinya?

Mungkin saat ini Hati tidak tahu jawabannya, tapi baginya cukuplah untuk selalu mendoakan Penghibur dan Penyembuh dalam satu ucapan singkat:

"Hati-hati di jalan kalian menuju hati lainnya!"

Comments

Popular posts from this blog

Resolusi

Selamat Tinggal

Everything Is Not That Important, Everyone Is